Sikap Kritis Remaja Putri Pasca Orangtua Bercerai

0

Penulis : ‘Atsna Khoirun’

Fakultas Psikologi ‘A’ Universitas Muhamadiyah Malang.

LINTASMATRA.COM – MALANG. Dalam Menghadapi Masalah Pada dasarnya, setiap keluarga pasti memiliki impian untuk hidup harmonis & mempertahankan keutuhan rumah tangganya hingga akhir hayat.

Namun, tidak seluruh keluarga memiliki riwayat yang harmonis. Ada keluarga yang tidak bisa mengatasi permasalahan rumah tangganya & justru menghasilkan perpisahan yaitu dengan jalan perceraian.

Baik suka maupun tidak suka, perceraian merupakan sebuah fakta yang terjadi antara pasangan suami istri.

Perceraian orangtua akan memunculkan permasalahan yang lebih kompleks saat anak berada pada masa remaja.

Dapat dilihat dari beberapa penelitian, masa remaja merupakan masa yang paling sulit bagi anak-anak dari keluarga bercerai.

Remaja berurusan dengan munculnya masalah seksualitas, memperkuat identitas diri, mendorong untuk meningkatkan otonomi, sementara mereka juga berduka karena meninggalkan masa kanak-kanak.

Lebih lagi ketika orangtua bercerai, remaja menghadapi tugas yang berat untuk menyesuaikan perubahan saat menghadapi perceraian orangtua.

Mereka membutuhkan dukungan emosional, cinta, & bimbingan dari orangtua.

Remaja yang tidak mendapatkan ketiga hal tersebut dapat mengekspresikan penderitaan mereka dengan cara-cara baru yang mengkhawatirkan.

Ketika struktur rumah goyah, remaja beresiko melakukan perilaku impulsif.

Mereka akan merasa tertekan atau menjadi cemas jika mereka percaya bahwa mereka terjebak di antara orangtua yang bercerai.

Karena pada dasarnya, remaja sudah memiliki pemahaman yang lebih dewasa tentang perceraian dalam hal kognitif namun remaja masih belum matang secara emosional.

Akibat perceraian orangtua ini juga dirasakan khususnya oleh remaja putri karena secara kodrat perempuan memiliki rasionalitas & emosional yang berbeda dengan laki-laki.

Perempuan mengalami emosi lebih intens dibandingkan dengan laki-laki.

Jika dihubungkan dengan perbedaan gender, reaksi perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki saat merespon kejadian yang menimbulkan stres, baik secara biologis, konsep diri, & coping style.

Tidak sedikit remaja putri mengalami permasalahan dari implikasi pengasuhan keluarga bercerai.

Mereka kesulitan dalam menghadapi tantangan & cobaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

Hal yang dapat mempengaruhi remaja putri dalam mengatasi & beradaptasi ketika menghadapi kejadian atau masalah berat yang terjadi dalam kehidupan dapat berasal dari berbagai sumber seperti sumber eksternal & internal.

Sumber eksternal yang penting adalah teman sebaya.

Karena teman dapat menjadi sumber kognitif & emosional dari masa anak hingga dewasa akhir.

Terdapat sumber internal, sumber utama dari dalam diri adalah mind set.

Hal yang penting dalam mind set adalah pola pikir berkembang karena individu akan memiliki kepercayaan bahwa kualitas mereka dapat berubah sesuai dengan usaha yang mereka lakukan.

Kejadian perceraian bisa menjadi kekuatan yang memberikan anak kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan & menyelamatkan anak-anak dari lingkungan rumah yang disfungsional.

Selain itu, remaja putri juga sedang mengalami emerging adulthood.

Rentang usia untuk masa emerging adulthood ini sekitar 18-25 tahun.

Salah satu karakteristik utama emerging adulthood adalah mengalami usia kemungkinan.

Remaja pada masa ini lebih optimis mengenai masa depan mereka, karena telah mengalami masa sulit ketika tumbuh dewasa, & mengarahkan hidup mereka ke arah yang lebih positif, ramaja putri yang mengalami hal tersebut biasanya lebih optimis bahwa mereka mampu mengatasi masalah hidup.

Mereka juga memiliki harapan untuk nantinya memiliki keluarga yang lebih baik karena berkaca dari pengalaman perceraian orangtuanya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.