LINTASMATRA.COM – PASURUAN. Kasus sengketa kepemilikan tanah di Jalan Pulih Asrib, Desa Warungdowo, Kecamatan Pohjentrek antara ahli waris Alm. M Djailani dengan Bagiono kembali memanas. Romi dan Nasrul yang merupakan pihak kuasa dari Alm. Djailani Latip menuding Agus mengaku-ngaku kuasa hukum Bagiono tidak mempunyai legalitas. Parahnya lagi, BPN dan Kades setempat terindikasi ada dugaan “main mata” dengan Agus. Buktinya, ada saat mau dilakukan pengukuran dilokasi lahan yang sengketa tersebut batal.
“Aroma permainan antara BPN, Kades dan Agus sangat kental. Pada saat mau dilakukan pengukuran ke lokasi sengketa, Agus yang ngaku kuasa dari Bagiono sengaja pulang karena dianggap tak mempunyai wewenang. Sehingga pengukuran dibatalkan,” kata Romi, dilokasi tanah sengketa, Rabu (20/3/2019).
“Percuma kita ukur batas dan lakukan pematokan, kalau dia (Agus) tak memiliki legalitas yang sah, ini cacat hukum,” tandasnya.
Senada juga dikatakan Nasrul sebagai penerima kuasa dari Alifah (60) selaku ahli waris atau istri sah dari almarhum M. Djailani Latip merasa dirugikan atas apa yang telah terjadi. Konon katanya Bagiono memiliki tanah ini karena pihak keluarga Alm. Djailani Latip mempunyai hutang pada Bagiono, dan Bagiono minta tanah yang tak sebanding dengan harga tanah.
“Kalau di tarik dari kronologi awal, Hutangnya keluarga Alifah itu cumak sedikit kok, sangat tak sebanding kalau minta tanah dengan luas 1.425 meter,” ucap Nasrul.
Usut punya usut, Bagiono bisa mendapatkan sertifikat ganda milik Alm. M. Djailani Latip melalui Program PTSL / Prona yang ada di Desa Warungdowo pada tahun 2013 silam.
“Ternyata Bagiono bisa miliki sertifikat atas nama sendiri melalui program Prona, ini kan pelanggaran hukum,” tambah Nasrul dengan geram.
Sesuai kesepakatan, lanjut Nasrul, hari ini akan dilakukan pematokan tanah, menentukan batas tanah kedua belah pihak.
Ditempat yang sama. Muslikh, Kepala Desa Warungdowo saat dikonfimasi kaitan pengurusan Prona yang dilakukan pada tahun 2013 lalu mengatakan bahwa Bagiono mendaftarkan Prona melalui PPAT.
“Saya tidak tahu kalau tanah tersebut sudah ber sertifikat, karena yang seharusnya tahu adalah BPN, dulu Bagiono mengajukannya dengan membawa PPAT,” terangnya.
Seperti diwartakan sebelumnya, Rabu (6/3/2019) lalu, kedua belah pihak bersengketa sepakat untuk lalukan pengukuran. Akan tetapi kenapa, tiba-tiba pengukuran dibatalkan. kemudian kedua belah pihak mediasi di kantor BPN Kabupaten Pasuruan, dan disepakati lagi melakukan pengukuran sekaligus pematokan batas tanah.(Salamet)