Waspada PHK, Kenali Hakmu Jangan Mau Di Tipu Daya PT Boxtime Indonesia

0

LINTASMATRA.COM – PASURUAN. Menjelang libur panjang Hari Raya Idul Fitri 1440 H, pekerja PT Boxtime Indonesia yang beralamat di Jl. Rembang Industri II no. 8-8a, Mojokopek, Mojoparon, Rembang, Pasuruan, Jawa Timur 67152, digegerkan dengan keluarnya surat pengumuman PHK sepihak oleh manajemen, Rabu (29/05/2019). Sebanyak 207 pekerja yang ter-PHK, setengahnya lebih merupakan anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Sementara itu, alasan kenapa para pekerja di PHK adalah efisiensi kinerja karyawan. Ketika dimintai keterangan oleh awak media Lintasmatra.com, Ketua PUK SPAI FSPMI PT Boxtime Indonesia Didin Saefudin menjelaskan, “Alasan dari PHK ini tidak tepat yaitu efisiensi kinerja. Sedangkan kita sebagai PUK tidak tahu alasan/kriteria kinerja itu seperti apa.” Lebih lanjut Didin menyampaikan, kawan-kawannya belum pernah terkena SP 1 sampai SP 3. Jadi ini mutlak kewenangan manajemen yang menentukan. “Di samping itu juga dalam surat yang dibagikan kepada karyawan yang di PHK tidak disebutkan nominal pesangonnya berapa. Apalagi kawan-kawan ada yang sudah bekerja selama 25 tahun,” sambungnya.

Didin juga menambahkan sudah saatnya buruh Pasuruan bersatu seperti 4 atau 5 tahun yang lalu. PHK alias Pemutusan Hubungan Kerja diatur dalam Pasal 150 s/d Pasal 172 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mendefinisikan PHK adalah “Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha”. Maka dari penjelasan diatas, bahwa segala bentuk berakhirnya hubungan pekerja/buruh dengan perusahaan terkait, dapat dikatakan PHK. Namun, secara normatif ada 2 tipe jenis PHK jika dilihat dari alasan yang melatarbelakanginya. Pemutusan hubungan kerja yang diakibatkan karena pengunduran diri tanpa paksaan dan tekanan, seperti habisnya masa kontrak, tidak lulusnya masa percobaan(probation), memasuki usia pensiun, atau buruh meninggal dunia dapat dikatakan PHK Sukarela, dengan kata lain segala bentuk pemutusan hubungan kerja diajukan sendiri oleh pekerja/buruh tanpa paksaan dan intimidasi, atau sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak, dalam hal ini pengusaha dan pekerja/buruh. Adapun segala bentuk pemutusan hubungan kerja yang diakibatkan karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat, seperti melakukan pencurian, penipuan, menggelapkan uang perusahaan, melakukan tindak asusila dan perjudian di lingkungan kerja, atau mengancam, menganiaya, dan mengintimidasi teman kerja maupun pengusaha di lingkungan kerja dapat dikatakan PHK tidak sukarela.

Segala bentuk kesalahan berat yang dilakukan pekerja/buruh telah diatur dalam Pasal 158 UU Ketenagakerjaan. Pasal ini pernah diajukanjudicial review ke Mahkamah Konstitusi. Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa kesalahan berat yang dilakukan buruh harus dibuktikan dengan putusan peradilan pidana di pengadilan umum. Dengan kata lain perusahaan tidak bisa main hakim sendiri dalam memutuskan kesalahan berat yang dilakukan pekerja/buruh. Sehingga dalam pembuktiannya harus didukung dengan hal-hak berikut, berdasarkan Pasal 158 ayat 1 yaitu : Pekerja/buruh tertangkap tangan Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan ; Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak berwenang di Perusahaan bersangkutan dan didukung sekurang-kurangnya 2 (dua) orang sanksi. Untuk konteks PHK tidak sukarela ini, hubungan kerja antara pengusaha dengan buruh baru berakhir setelah ditetapkan oleh Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). Putusan MK ini diperjelas kembali melalui Surat Edaran Menakertrans no. SE.13/MEN/SJ-HK/I/2005 tertanggal 7 Januari 2005 tentang putusan MK tersebut.( Red/Mbon )


Leave A Reply

Your email address will not be published.