Guru Agama Didorong Menjadi Muttabi’, bukan Muqallid
![](http://www.lintasmatra.com/wp-content/uploads/2019/07/Syamsul.jpg)
LINTASMATRA.COM – MAMUJU – SULAWESI BARAT. Penguasaan ilmu agama secara kaffah berdasarkan sumber-sumber yang dapat dipercaya diyakini akan membentengi seseorang dari potensi keterpaparan paham radikal terorisme. Atas dasar tersebut, guru agama juga didorong menjadi orang yang memiliki penguasaan agama secara baik.
Hal itu terungkap di kegiatan Integrasi Nilai-nilai Agama dan Budaya dalam Menumbuhkan Harmoni di Sekolah, yang dilaksanakan oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Barat di Kota Mamuju, Kamis (25/7/2019). Kepala Bagian Tata Usaha Kaantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Barat, H. Syamsul, menjadi salah seorang pemateri. “Qur’an dan Sunnah itu rujukan utama umat Islam.
Tapi kita harus bisa membedakan golongan orang-orang yang menguasai Qur’an dan Sunnah itu, agar bisa mengurai permasalahan radikalisme ini,” kata Syamsul. Syamsul menambahkan, golongan pertama orang yang menguasai Qur’an dan Sunnah adalah ulama atau mujtahid, yaitu kelompok yang memang menempatkan dirinya untuk mempelajarinya, di mana jumlahnya sangat sedikit.
“Golongan kedua adalah Muttabi’, yaitu orang-orang yang mengikuti ulama, di mana jumlahnya lebih banyak dibandingkan ulama,” tambahnya. Untuk golongan ketiga adalah Taqlid atau Muqallid, yaitu orang yang mengikuti ulama tanpa mengetahui dalil-dalilnya secara utuh. “Kelompok ini juga banyak, yaitu orang yang mempelajari agama tidak dari ulama. Kelompok inilah yang pada akhirnya mudah terpapar paham radikal terorisme,” jelas Syamsul.
Guru agama yang menjadi penyampai pendidikan keagamaan kepada anak didik didorong minimal menjadi Muttabi’. Dengan mengikuti ulama dan mengetahui dalil-dalil yang mendasarinya, pelajaran yang disampaikan tidak akan menyesatkan. “Jangan sampai guru agama justeru menjadi pengajar ajaran yang menyesatkan, ajaran yang mendorong pada terjadinya perpecahan bangsa,” pungkas Syamsul.
Ketua FKPT Sulawesi Barat, Rahmad Sanusi, di sambutan pembukaan kegiatan mengingatkan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pencegahan terorisme, tak terkecuali guru agama. Keterlibatan tersebut diharapkan mampu menjadikan Kota Mamuju dan Sulawesi Barat semakin aman. “Mamuju itu persimpangan, daerah perlintasan. Oleh sebab itu kita harus selalu bersikap waspada terhadap setiap potensi terorisme,” pungkas Sanusi. [Red/shk]